Ukiran Papua

Ukiran Papua
Aneka Pilihan

Sabtu, 25 Desember 2010

Ukiran Papua

Seni ukir Asmat telah dikenal luas sejak terjadi kontak dengan budaya Barat pada tahun 1700-an. Saat diadakan Festival Budaya Asmat yang berlangsung tiap bulan Oktober, banyak wisatawan dari mancanegara berkunjung ke Asmat. Mereka sengaja datang dengan kapal dari negaranya, untuk mempermudah membawa pulang ukiran Asmat yang mereka borong.

Bagi orang Asmat, mengukir merupakan bagian dari ritual religiositas mereka. Ukiran Asmat dipercaya sebagai mediator yang menghubungkan antara kehidupan masyarakat dengan leluhur mereka. Melalui ukiran inilah orang Asmat berkomunikasi dengan arwah keluarganya yang sudah meninggal. Setiap ukiran yang mereka buat mewakili seseorang yang telah meninggal dunia.

Ukiran tradisional Asmat yang paling spektakuler adalah tiang atau tugu leluhur yang disebut Bisj. Ukiran ini umumnya tersusun dari lebih dari dua figur. Setiap figur diukir di atas figur yang lain. Masing-masing figur menggambarkan keluarga yang telah meninggal. Dahulu, Bisj dibuat dalam upacara tradisional yang dimeriahkan dengan pesta pemenggalan kepala dan kenibalisme (head hunting) agar arwah leluhur tenang.

Setelah wilayah Papua menjadi bagian RI tahun 1963, pemerintah melarang pembuatan Bisj untuk mencegah upacara head-hunting dan kanibalisme. Lambat laun tradisi Bisj mulai memudar. Kini orang Asmat membuat patung untuk dijual pada wisatawan. Penjualan seni ukir Asmat memberikan kontribusi ekonomi bagi warga Asmat.

Karena mengukir memiliki peran penting dalam keseharian hidup masyarakat Amat, di setiap kampung dapat dijumpai warga Asmat yang melakukan kegiatan ini secara berkelompok. Biasanya mereka melakukan kegiatan ini di Jeu, rumah tradisional Asmat. Kesibukan mengukir di Jeu ini biasanya kian terasa menjelang Festival Budaya Asmat pada bulan Oktober.
seni ukir papua adalah suatu seni yang bercorak “natural” atau alami suku-suku di pasific lainnya. Seni ukir orang papua biasanya bermotif hewan-hewan atau binatang laut dan darat lainnya atau tentang alam yang kadang berubah… salah satu contoh adalah sifat air yang bila ada sesuatu benda yang jatuh kedalam air maka reaksi riak dari air. masih banyak lagi contoh – contoh seperti ukiran patung dari suku asmat yang menceriterakan kehidupan nenek moyang suku asmat secara turun temurun ada juga ukiran khas suku biak yang sering memakai kerang atau siput sebagai motif utama dalam ukiran sebagai suatu simbol yang mengexploistasi ukiran tertentu untuk membawa keberuntungan bagi masyarakat setempat. dari kesemua hal ini biasanya dipengaruhi oleh faktor kondisi atau wilayah suku tersebut.
sekarang timbul pemahaman yang mengilhami ukiran itu sebagai wujud dari pesan yang di ilhami oleh moyang untuk menceritakan ke generasi guna menjaga ke absahan-keberadaan dan kenyataan keterikatan manusia akan memorial yang tertera dalam tulisan atau kreografi untuk menjelaskan asal muasal keberadaan manusia (papua)
Banyak orang beranggapan, kebudayaan suku Asmat dapat dipelajari melalui seni ukir yang dihasilkan oleh masyarakatnya. Walaupun terkadang, ada juga yang belum begitu mengenal seni ukir Asmat. Ukiran Asmat sangat beragam, kadang berbentuk manusia, perahu, panel, ataupun perisai. Pola ukirannya-pun berdasarkan keseharian hidup suku Asmat itu sendiri. Salah satunya, motif orang berburu. Sebagai wujud penghormatan mereka terhadap nenek moyang atau leluhurnya, secara turun temurun, pola seni ukir yang dibuat oleh suku Asmat selalu dikaitkan pada kepercayaan mereka terhadap leluhur. Membuat kerajinan ukiran, diawali dengan memahat sepotong kayu untuk menjadi sebuah pola. Karena setiap apa yang mereka buat mempunyai makna tersendiri. Sebagai contoh, ada 3 macam warna, merah, hitam, dan putih yang selalu digunakan oleh suku Asmat pada beberapa hasil ukirannya. Merah melambangkan daging, Putih menggambarkan tulang. Sementara hitam melambangkan warna kulit dari suku Asmat itu sendiri. Melengkapi informasi tentang seni ukir suku Asmat. Kami mengajak Anda untuk mengikuti wawancara kami , dengan Deki Asiam, seorang warga suku Asmat, Papua ketika membuat ukiran berbentuk perisai di Bogor beberapa waktu lalu.
A : "Ini membuat Gembes dalam bahasa Asmat. Dalam bahasa Indonesia disebut Perisai. Untuk penangkis senjata. Sebagai lambang punggung atau seorang panglima. Jadi untuk menangkis senjata dari musuh. Jadi dengan adanya ini, orang jago atau panglima perang itu maju dengan perisai. Tanpa perisai tidak akan bisa. Pada jaman dahulu kala itu digunakan untuk perang antar suku dengan suku. Perang antar kampung sebelah dengan sebelah. Di siapkan dalam rumah adat, nanti kalau tiba waktu perang baru dikeluarkan untuk dipakai."
Q : "Bagaimana cara membuatnya?"
A : "Kayu pertama kali biasanya diproses dulu. Kalau disana biasanya dipakai kayu pala hutan, kayu susu, atau cempaka putih. Dibelah dengan kapak dipotong baru dibawa ke kampung. Di kampung dikerjakan untuk dibuat ornamen. Kalau di daerah tidak perlu harus digambar. Karena seni tradisi itu tidak perlu digambar, sudah ada di otak, sudah turun temurun. Jadi spontan. Ini khan lambang pipane, hiasan hidung, lambang kejantanan. Warnanya hanya 3 macam. Merah, hitam putih. Merah melambangkan darah, Putih melambangkan tulang atau daging. Hitam lambangkan kulit. Di Asmat hanya ada 3 warna itu, diluar itu tidak. Selain warna kayu itu sendiri."
Musik ................... (Instrumen 1-suara alat musik Tifa)
Nyanyian yang baru saja Anda dengarkan merupakan salah satu kesenian adat dari suku Asmat. Biasanya, lagu tersebut dinyanyikan ketika akan berperang dan sebagai rangkaian kesenian dalam upacara adat sebagai sebuah pemacu rasa semangat. Nyanyian tersebut disampaikan dalam bahasa adat Asmat dan diiringi dengan tabuhan sebuah Tifa. Alat musik tradisional suku Asmat yang bentuknya hampir sama dengan gendang. Terbuat dari kayu glondongan yang dipotong berbentuk bulat memanjang. Sementara penutup salah satu sisinya terbuat dari kulit hewan biawak. Dari sebuah alat musik Tifa, Anda tidak hanya dapat menikmati kekhasan dari lantunan nadanya. Keunikan dari pola ukiran yang terdapat pada peggangan Tifa tersebut juga dapat Anda lihat. Kita ikuti uraian dari pembuat tifa berikut ini :
Tifa ini khan alat musik seperti gitar atau piano, pekerjaan tangan. Tenaga aja, pakai linggis. Kalu buat yang besar seperti ini bisa 1 bulan. Gampang-gampang susah. Terus ada pegangannya nonjol sendiri. Baru diukir. Ini masih dari sana motifnya. Lambang pegangannya dimabil dari patung Bis, patung yang paling sakral untuk orang Asmat."
Dengan menggunakan alat pahat tradisional yang terbuat dari jambu batu dan batu kali. Suku Asmat mampu membuat kerajinan ukiran dari berbagai jenis kayu, seperti kayu sago, kayu jati, ataupun kayu susu. Tidak hanya itu, mereka juga mampu menghasilkan seni ukir tanpa terlebih dahulu menggambarkan sebuah pola dasarnya. Karena...............bagi mereka, seni tradisional harus berdasarkan pada imajinasi dan dituangkan secara spontan atau langsung melalui pahatan. Sehingga tidaklah mengherankan, jika berbagai sumber media online menuliskan, seni ukir Asmat ini banyak diminati tidak hanya oleh wisatawan domestik. Wisatawan mancanegara dari beberapa negara, seperti Belanda, Jerman dan Amerika Serikat juga mengaguminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar